NAMA :
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
ORANG TUA :
AYAH : ALWI ABDUL JALIL HABIBIE
IBU : RA. TUTI MARINI PUSPOWARDJO
ANAK KE- :
4 DARI 8 SAUDARA
RIWAYAT PENDIDIKAN :
1.
SMA DI GOUVERNMENTS MIDDLEBARE SCHOOL
2.
KULIAH DI UNIVERSITAS INDONESIA (
SEKARANG ITB ) TAHUN 1954
3.
GELAR DIPLOMA DARI TECHNISCHE HOCHSCULE,
JERMAN TAHUN 1960
4.
GELAR DOKTOR DARI TECHNISCHE HOCHSCULE,
JERMAN TAHUN 1965
5.
MENJADI PROFESOR KEHORMATAN ( GURU BESAR
) DI INSITUT TEKNOLOGI BANDUNG TAHUN 1967
KARIR
·
1976 – 1998 DIREKTUR UTAMA PT. INDUSTRI
PESAWAT TERBANG NUSANTARA/ IPTN.
·
1978 – 1998 MENTERI NEGARA RISET DAN
TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA
·
KETUA BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN
TEKNOLOGI / BPPT
·
1978 – 1998 DIREKTUR UTAMA PT. PAL
INDONESIA ( PERSERO )
·
1978 – 1998 KETUA OTORITA PENGEMBANGAN
DAERAH INDUSTRI PERTAHANAN KEAMANAN
·
1983 – 1998 DIREKTUR UTAMA PT PINDAD (
PERSERO )
·
1988 – 1998 WAKIL KETUA DEWAN PEMBINA
INDUSTRI STRATEGIS
·
1989 – 1998 KETUA BADAN PENGELOLA INDUSTRI
STRATEGIS/ BPIS.
·
1990 – 1998 KETUA IKATAN CENDEKIAWAN
MUSLIM SE-INDONESIA/ ICMI
·
1993 KOORDINATOR PRESIDIUEM HARIAN, DEWAN
PEMBINA GOLKAR
·
10 MARET – 20 MEI 1998 WAKIL PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
·
21 MEI 1998 – OKTOBER 1999 PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MASA PEMERINTAHAN B.J. HABIBIE
Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden
Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk dimintai pertimbangannya
dalam rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden
Soeharto, namun mengalami kegagalan. Pada tanggal itu pula, Gedung DPR/MPR
semakin penuh sesak oleh para mahasiswa dengan tuntutan tetap yaitu reformasi
dan turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan.
Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 WIB bertempat di Istana Negara, Presiden
Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden dihadapan ketua dan beberapa
anggota dari Mahkamah Agung. Pada tanggal itu pula, dan berdasarkan Pasal 8 UUD
1945. Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie untuk menggantikannya
menjadi presiden, serta pelantikannya dilakukan di depan Ketua Mahkamah Agung
dan para anggotanya. Maka sejak saat itu, Presiden Republik Indonesia dijabat
oleh B.J. Habibie sebagai presiden yang ke-3.
Naiknya Habibie menjadi presiden menggantikan Presiden Soeharto menjadi polemik
dikalangan ahli hukum. Sebagian ahli menilai hal itu konstitusional, namun ada
juga yang berpendapat inkonstitusional. Adanya perbedaan pendapat itu
disebabkan karena hukum yang kita miliki kurang lengkap, sehingga menimbulkan
interpretasi yang berbeda-beda. Diantara mereka menyatakan pengangkatan Habibie
menjadi presiden konstitusional, berpegang pada Pasal 8 UUD 1945 yang
menyatakan bahwa “Bila Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan
kewajibannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya”. Tetapi
yang menyatakan bahwa naiknya Habibie sebagai presiden yang inkonstitusional
berpegang pada ketentuan Pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Sebelum
presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di
depan MPR atau DPR”. Sementara, Habibie tidak melakukan hal itu dan ia
mengucapkan sumpah dan janji di depan Mahkamah Agung dan personil MPR dan DPR
yang bukan bersifat kelembagaan.
Dalam ketentuan lain yang terdapat pada Tap MPR No. VII/MPR/1973, memungkinkan
bahwa sumpah dan janji itu diucapkan didepan Mahkamah Agung. Namun, pada saat
Habibie menerima jabatan sebagai presiden tidak ada alasan bahwa sumpah dan
janji presiden dilakukan di depan MPR atau DPR, Artinya sumpah dan janji
presiden dapat dilakukan di depan rapat DPR, meskipun saat itu Gedung MPR/DPR
masih diduduki dan dikuasai oleh para mahasiswa. Bahkan Soeharto seharusnya
mengembalikan dulu mandatnya kepada MPR, yang mengangkatnya menjadi presiden.
Apabila dilihat dari segi hukum materiil, maka naiknya Habibie menjadi presiden
adalah sah dan konstitusional. Namun secara hukum formal hal itu tidak
konstitusional, sebab perbuatan hukum yang sangat penting yaitu pelimpahan
wewenang atau kekuasaan dari Soeharto kepada Habibie harus melalui acara resmi
yang konstitusional. Apabila perbuatan hukum itu dihasilkan dari acara yang
tidak konstitusional, maka perbuatan hukum itu menjadi tidak sah. Pada saat itu
memang DPR tidak memungkinkan untuk bersidang, karena Gedung DPR/MPR diduduki
oleh puluhan ribu mahasiswa dan para cendekiawan. Dengan demikian, hal ini
dapat dinyatakan sebagai suatu alasan yang kuat dan hal itu harus dinyatakan
sendiri oleh DPR.
Habibie yang menjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang
serba parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial dan budaya. Oleh karena
itu, langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk
mengatasi krisis ekonomi dan politik. Dalam menghadapi krisis itu, pemerintah
Habibie sangat berhati-hati terutama dalam pengelolaannya, sebab dampak yang
ditimbulkannya dapat mengancam integrasi bangsa. Untuk menjalankan
pemerintahan, presiden habibie tidak mungkin dapat melaksanaknnya sendiri tanpa
dibantu oleh menteri-menteri dan kabinetnya. Oleh karena itu, Habibie
membentuk kabinet.
Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie
membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan.
Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari
unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, PDI. Pada tanggal 25 Mei 1998
diselenggarakan pertemuan pertama kabinet habibie. Pertemuan ini berhasil
membentuk Komite untuk merancang undang-undang politik yang lebih longgar dalam
waktu satu tahun dan menyetujui pembatasan masa jabatan presiden yaitu maksimal
2 periode (satu periode lamanya 5 tahun). Upaya terebut mendapat sambutan
positif, tetapi dedakan agar pemerintah Habibie dapat merealisasikan agenda
reformasi tetap muncul.
Dalam pemerintahannya B.J. Habibie berusaha untuk melakukan
pembaharuan-pembaharuan dalam beberapa bidang demi untuk menciptakan kehidupan
masyarakat yang sejahterah dan sesuai dengan UUD 1945. Adapun pembaharuan yang
dilakukan oleh B.J. Habibie antara lain,
1.) Bidang Ekonomi
Untuk
menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, B.J. Habibie
melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
·
Merekapitulasi
perbankan.
·
Melikuidasi
beberapa bank yang bermasalah.
·
Menaikkan
nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serikat hingga dibawah Rp.10.000,-.
·
Mengimplementasikan
reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
·
Merekonstruksi
perekonomian Indonesia.
·
Membentuk
lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri.
·
Mengesahkan
UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik. Monopoli dan Persaingan yang
Tidak Sehat.
·
Mengesahkan
UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
2.) Bidang Politik
·
Memberi
kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga banyak bermunculan
partai-partai politik yang baru sebanyak 45 parpol.
·
Membebaskan
narapidana politik seperti Sri Bintang Pamungkas dan Moch. Pakpahan.
·
Mencabut
larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen.
·
Meningkatkan
kebebasan pers
·
Membentuk
tiga undang-undang demokratis yaitu,
(1) UU No. 2 tahun 1999 tentang
Partai Politik
(2) UU No. 3 tahun 1999 tentang
Pemilu
(3) UU No. 4 tahun 1999 tentang
Susduk DPR/MPR
·
Menetapkan
12 ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban dari tuntutan
reformasi yaitu,
(1) Tap No. VIII/MPR/1998 tentang
Pencabutan Tap No. IV/MPR/1983 tentang Referendum.
(2) Tap No. XVIII/MPR/1998
tentang Pencabutan Tap No. II/MPR/1978 tentang Pancasila Sebagai Asas Tunggal.
(3) Tap No. XII/MPR/1998 tentang
Pencabutan Tap No. V/MPR/1998 tentang Presiden Mendapat Mandat dari MPR untuk
Memiliki Hak-Hak dan Kebijakan di Luar Batas Perundang-undangan.
(4) Tap No. XIII/MPR/1998 tentang
Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Maksimal Hanya Dua Kali
Periode.
3.) Bidang Pers
Dilakukan
pencabutan pembredelan pers dan penyederhanaan permohonan SIUUP untuk
memberikan kebebasan terhadap pers, sehungga muncul berbagai macam media massa
cetak, baik surat kabar maupun majalah.
4.) Bidang Hukum
Untuk
melakukan refomasi hukum, ada beberapa hal yang dilakukan dalam pemerintahan
B.J. Habibie yaitu,
a) Melakukan
rekonstruksi atau pembongkaran watak hukum Orde Baru, baik berupa
Undang-Undang, peraturan pemerintah, maupun peraturan menteri.
b) Melahirkan 69
Undang-undang.
c) Penataan
ulang struktur kekuasaan Kehakiman.
5.) Bidang Hankam
Di
bidang Hankam diadakan pembaharuan dengan cara melakukan pemisahan Polri dan
ABRI.
6.) Pembentukan Kabinet
Presiden
B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang diberi nama Reformasi Pembangunan yang
terdiri atas 16 menteri, yang meliputi perwakilan dari ABRI, GOLKAR, PPP, dan
PDI.
7.) Kebebasan Menyampaikan
pendapat
Presiden
B.J. Habibie memberikan kebebasan dalam menyampaikan pendapat di depan umum,
baik dalam rapat maupun unjuk rasa. Dan mengatasi terhadap pelanggaran dalam
penyampaian pendapat ditindak dengan UU No. 28 tahun 1998.
8.) Masalah Dwifungsi ABRI
Ada
beberapa perubahan yang muncul pada pemerintahan B.J. Habibie, yaitu :
·
Jumlah
anggota ABRI yang duduk di kursi MPR dikurangi, dari 75 orang menjadi 35 orang
·
Polri
memisahkan diri dari TNI dan menjadi Kepolisian Negara
·
ABRI
diubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Udara, Darat, dan Laut.
9.) Pemilihan Umum
1999
Untuk
melaksanakan Pemilu yang diamanatkan oleh MPR, B.J. Habibie mengadakan beberapa
perubahan yaitu,
a) Menggunakan
asas Luber dan Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil)
b) Mencabut 5 paket
undang-undang tentang politik yaitu undang-undang tentang Pemilu; Susunan,
Kedudukan, Tugas, dan Wewenang MPR/DPR; Partai Politik dan Golkar; Referendum;
serta Organisasi Massa
c) Menetapkan 3
undang-undang politik baru yaitu Undang-undang Partai Politik; Pemilihan Umum;
dan Susunan serta kedudukan MPR, DPR, dan DPRD
d) Badan pelaksana
pemilihan umum dilakukan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang terdiri atas
wakil dari pemerintahan dan partai politik serta pemilihan umum.
Disamping pembaharuan-pembaharuan di
atas, pada masa pemerintahan Presiden Habibie juga dijumpai adanya
permasalahan-permasalahan baru yang muncul seperti,
1) Berbagai masalah
pelanggaran HAM bermunculan
2) Masalah Tragedi
Trisakti yang tidak terselesaikan dan masalah Semanggi I dan II
3) Masalah Bank Bali
4) Pertikaian
antarkelompok yang disebabkan oleh SARA yang mengancam stabilitas politik
5) Status hukum mantan
Presiden Soeharto yang belum juga jelas
6) Lepasnya Timor
Timur dari wilayah NKRI.
Masalah-masalah tersebut di atas
menyebabkan pemerintahan B.J. Habibie dianggap negative dan pidato
pertanggungjawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme votting
dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9 abstain, dan 4 suara tidak
sah. Akibat penolakan pertanggungjawaban itu pada Oktober 1999, Habibie tidak
dapat untuk mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia.
Kegagalan
Habibie menjadi calon Presiden Republik Indonesia sebagai akibat ditolaknya
pidato pertanggung jawabannya, memunculkan 3 calon presiden yang diajukan oleh
fraksi-fraksi yang ada di MPR pada tahap pencalonan presiden diantaranya
Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Yusril Ihza Mahendra.
Adapun
kelebihan-kelebihan dalam masa pemerintahan B.J. Habibie adalahh berkaitan
dengan semangat demokratisasi, Habibie telah melakukan perubahan dengan
membangun pemerintahan yang transparan dan diaologis. Prinsip demokrasi juga
diterapkan dalam kebijakan ekonomi yang disertai penegakan hukum dan ditujukan
untuk kesejahteraan rakyat. Dalam mengelola kegiatan cabinet sehari-haripun,
Habibie melakukan perubahan besar. Ia meningkatkan koordinasi dan menghapus
egosintesmi sekotral antarmenteri. Selain itu sejumlah kreativitas mewarnai
gaya kepemimpinan Habibie dalam menangani masalah bagsa. Untuk mengatasi
persoalan ekonomi, misalnya ia mengangkat pengusaha menjadi utusan khusus. Dan
pengusaha itu sendiri yang menanggung biayanya.
Pengangkatan Habibie
Menjadi Presiden Republik Indonesia
Setelah B.J. Habibie dilantik menjadi
Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Tugas Habibie menjadi
Presiden menggantikan Presiden Soeharto sangatlah berat yaitu berusaha untuk
mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997.
Habibie
yang manjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba
parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Langkah-langkah yang
dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk dapat mengatasi krisis ekonomi dan
politik. Untuk menjalankan pemerintahan, Presiden Habibie tidak mungkin dapat
melaksanakannya sendiri tanpa dibantu oleh menteri-menteri dari kabinetnya.
Pada
tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie
membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet
itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari
unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI.
Dalam
bidang ekonomi, pemerintahan Habibie berusaha keras untuk melakukan perbaikan.
Ada beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk meperbaiki
perekonomian Indonesia antaranya :
Merekapitulasi perbankan
Merekonstruksi perekonomian Indonesia.
Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
Manaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Serikat hingga di bawah Rp.10.000,-
Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang
diisyaratkan oleh IMF.
Presiden Habibie sebagai
pembuka sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi mangupayakan pelaksanaan
politik Indonesia dalam kondisi yang transparan serta merencanakan pelaksanaan
pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan
umum yang akan diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Habibie merupakan
pemilihan umum yang telah bersifat demokratis. Habibie juga membebaskan
beberapa narapidana politik yang ditahan pada zaman pemerintahan Soeharto.
Kemudian, Presiden Habibie juga mencabut larangan berdirinya serikat-serikat
buruh independent.
B. Kebebasan Menyampaikan Pendapat
Pada
masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum.
Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan
pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demontrasi.
Namun khusus demontrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan
demontrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan tempat
untuk melakukan demontrasi tersebut. Hal ini dilakukan karena pihak kepolisian
mengacu kepada UU No.28 tahun 1997 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
Namun,
ketika menghadapi para pengunjuk rasa, pihak kepolisian sering menggunakan
pasal yang berbeda-beda. Pelaku unjuk rasa yang di tindak dengan pasal yang
berbeda-beda dapat dimaklumi karena untuk menangani penunjuk rasa belum ada
aturan hukum jelas.
Untuk
menjamin kepastian hukum bagi para pengunjuk rasa, pemerintahan bersama (DPR)
berhasil merampungkan perundang-undangan yang mengatur tentang unjuk rasa atau
demonstrasi. adalah UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum.
Adanya undang – undang
tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memulai pelaksanaan sistem demokrasi yang
sesungguhnya. Namun sayangnya, undang-undang itu belum memasyarakat atau belum
disosialisasikan dalam kehidupan masarakat. Penyampaian pendapat di muka umum
dapat berupa suatu tuntutan, dan koreksi tentang suatu hal.
C. Masalah Dwifungsi ABRI
Menanggapi
munculnya gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI menyusul turunnya Soeharto dari
kursi kepresidenan, ABRI melakukan langkah-langkah pembaharuan dalam perannya
di bidang sosial-politik.
Setelah reformasi
dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara
bertahap yaitu dari 75 orang menjadi 38 orang. Langkah lain yang di tempuh
adalah ABRI semula terdiri dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan
Udara serta Kepolisian RI, namun mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri
dari ABRI dan kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI
pun berubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara.
D. Reformasi Bidang Hukum
Pada
masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum
Reformasi hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat.
Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum
mendapatkan sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat, karena reformasi
hukum yang dilakukannya mengarah kepada tatanan hukum yang ditambakan oleh
masyarakat.
Ketika
dilakukan pembongkaran terhadapat berbagai produksi hukum atau undang-undang
yang dibuat pada masa Orde Baru, maka tampak dengan jelas adanya karakter hukum
yang mengebiri hak-hak.
Selama
pemerintahan Orde Baru, karakter hukum cenderung bersifat konservatif, ortodoks
maupun elitis. Sedangkan hukum ortodoks lebih tertutup terhadap
kelompok-kelompok sosial maupun individu didalam masyarakat. Pada hukum yang
berkarakter tersebut, maka porsi rakyat sangatlah kecil, bahkan bias dikatakan
tidak ada sama sekali.
Oleh karena itu, produk
hukum dari masa pemerintahan Orde Baru sangat tidak mungkin untuk dapat
menjamin atau memberikan perlindungan terhadap Hak-hak Asasi Manusia (HAM),
berkembangnya demokrasi serta munculnya kreativitas masyarakat.
E. Sidang Istimewa MPR
Dalam perjalanan sejarah
bangsa Indonesia, telah dua kali lembaga tertinggi Negara melaksanakan Sidang
Istimewa, yaitu pada tahun 1967 digelar Sidang Istimewa MPRS yang kemudian
memberhentikan Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto menjadi Presiden
Rebuplik Indonesia. Kemudian Sidang Istimewa yang dilaksanakan antara tanggal
10 – 13 Nopember 1998 diharapkan MPR benar-benar menyurahkan aspirasi
masyarakat dengan perdebatan yang lebih segar, lebih terbuka dan dapat
menampung, aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat. Hasil dari Sidang
Istimewa MPR itu memutuskan 12 Ketetapan.
F. Pemilihan
Umum Tahun 1999
Pemilihan
Umum yang dilaksanakan tahun 1999 menjadi sangat penting, karena pemilihan umum
tersebut diharapkan dapat memulihkan keadaan Indonesia yang sedang dilanda
multikrisis. Pemilihan umum tahun 1999
juga merupakan ajang pesta rakyat Indonesia dalam menunjukkan kehidupan
berdemokrasi. Maka sifat dari pemilihan umum itu adalah langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil.
Presiden
Habibie kemudian menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu pelaksanaan
pemiliahan umum tersebut. Selanjutnya lima paket undang-undang tentang politik
dicabut. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik
baru. Ketiga udang-undang itu disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan
ditandatangani oleh Presiden Habibie. Ketiga udang-udang itu antara lain
undang-undang partai politik, pemilihan umum, susunan serta kedudukan MPR, DPR
dan DPRD.
Munculnya
undang-undang politik yang baru memberikan semangat untuk berkembangnya
kehidupan politik di Indonesia. Dengan munculnya undang-undang politik itu
partai-partai politik bermunculan dan bahkan tidak kurang dari 112 partai
politik telah berdiri di Indonesia pada masa itu. Namun dari sekian banyak
jumlahnya, hanya 48 partai politik yang berhasil mengikuti pemilihan umum. Hal
ini disebabkan karena aturan seleksi partai-partai politik diberlakukan dengan
cukup ketat.
Pelaksanaan
pemilihan umum ditangani oleh sebuah lembaga yang bernama Komisi Pemilihan Umum
(KPU). Anggota KPU terdiri dari wakil-wakil dari pemerintah dan wakil-wakil
dari partai-partai politik peserta pemilihan umum.
Banyak pengamat
menyatakan bahwa pemilihan umum tahun 1999 akan terjadi kerusuhan, namun pada
kenyataannya pemilihan umum berjalan dengan lancar dan aman. Setelah
penghitungan suara berhasil diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU),
hasilnya lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak di
anataranya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan pembangunan, Partai
Pembangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional. Hasil pemilihan umum tahun 1999
hingga saat terakhir pengumuman hasil perolehan suara dari partai-partai
politik berjalan dengan aman dan dapat di terima oleh suara partai peserta
pemilihan umum.
G. Sidang Umum MPR Hasil Pemilihan Umum 1999
Setelah
Komisi Pemilihan Umum berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR, maka MPR
segera melaksanakan sidang. Sidang Umum MPR tahun 1999 diselenggarakan sejak
tanggal 1 – 21 Oktober 1999. Dalam Sidang Umum itu Amien Rais dikukuhkan
menjadi Ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi Ketua DPR. Sedangkan pada Sidang
Paripurna MPR XII, pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR
melalui mekanisme voting dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9 abstain dan
4 suara tidak sah. Akibat penolakan pertanggungjawaban itu, Habibie tidak dapat
untuk mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia.
Akibatnya memunculkan tiga calon Presiden yang
diajukan oleh fraksi-fraksi yang ada di MPR pada tahap pencalonan Presiden
diantaranya Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Yuhsril
Ihza Mahendra. Namun tanggal 20 Oktober 1999, Yuhsril Ihza Mahendra
mengundurkan diri. Oleh karena itu, tinggal dua calon Presiden yang maju dalam
pemilihan itu, Abdurrahaman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Dari hasil
pemilihan presiden yang dilaksanakan secara voting, Abudurrahman Wahid terpilih
menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 21 Oktober 1999 dilaksanakan
pemilihan Wakil Presiden dengan calonnya Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz.
Pemilihan Wakil Presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri.
Kemudian pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil
Presiden Megawati Soekarnoputri berhasil membentuk Kabinet Persatuan Nasional.
Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) menduduki jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia tidak
sampai pada akhir masa jabatanya. Akibat munculya ketidakpercayaan parlemen
pada Presiden Abdurrahman Wahid, maka kekuasaan Abdurrahman Wahid berakhir pada
tahun 2001. DPR/MPR kemudian memilih dan mengangkat Megawati Soekarnoputri
sebagai Presiden Republik Indonesia dan Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden
Indonesia. Masa kekuasaan Megawati berakhir pada tahun 2004.
Pemilihan Umum tahun 2004 merupakan
momen yang sangat penting dalam sejarah pemerintahan Republik Indonesia. Untuk
pertama kalinya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan secara langsung
oleh rakyat Indonesia. Pada pemilihan umum ini Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan Jusuf Kalla sebagai Wakil
Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatan 2004-2009.
Kebijakan-kebijakan
pada masa Habibie:
A. Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan
Dibentuk tanggal 22 Mei 1998, dengan jumlah menteri 16 orang yang merupakan perwakilan dari Golkar, PPP, dan PDI.
Dibentuk tanggal 22 Mei 1998, dengan jumlah menteri 16 orang yang merupakan perwakilan dari Golkar, PPP, dan PDI.
B. Mengadakan
reformasi dalam bidang politik
Habibie berusaha menciptakan politik yang transparan, mengadakan pemilu yang bebas, rahasia, jujur, adil, membebaskan tahanan politik, dan mencabut larangan berdirinya Serikat Buruh Independen.
Kebebasan menyampaikan pendapat. Kebebasan menyampaikan pendapat diberikan asal tetap berpedoman pada aturan yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
Habibie berusaha menciptakan politik yang transparan, mengadakan pemilu yang bebas, rahasia, jujur, adil, membebaskan tahanan politik, dan mencabut larangan berdirinya Serikat Buruh Independen.
Kebebasan menyampaikan pendapat. Kebebasan menyampaikan pendapat diberikan asal tetap berpedoman pada aturan yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
C. Refomasi
dalam bidang hukum
Target reformasinya yaitu subtansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan berwibawa, dan instansi peradilan yang independen. Pada masa orde baru, hukum hanya berlaku pada rakyat kecil saja dan penguasa kebal hukum sehingga sulit bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan keadilan bila berhubungan dengan penguasa.
Target reformasinya yaitu subtansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan berwibawa, dan instansi peradilan yang independen. Pada masa orde baru, hukum hanya berlaku pada rakyat kecil saja dan penguasa kebal hukum sehingga sulit bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan keadilan bila berhubungan dengan penguasa.
D. Mengatasi masalah
dwifungsi ABRI
Jendral TNI Wiranto mengatakan bahwa ABRI akan mengadakan reposisi secara bertahap sesuai dengan tuntutan masyarakat, secara bertahap akan mundur dari area politik dan akan memusatkan perhatian pada pertahanan negara. Anggota yang masih menduduki jabatan birokrasi diperintahkan untuk memilih kembali kesatuan ABRI atau pensiun dari militer untuk berkarier di sipil. Dari hal tersebut, keanggotaan ABRI dalam DPR/MPR makin berkurang dan akhirnya ditiadakan.
Jendral TNI Wiranto mengatakan bahwa ABRI akan mengadakan reposisi secara bertahap sesuai dengan tuntutan masyarakat, secara bertahap akan mundur dari area politik dan akan memusatkan perhatian pada pertahanan negara. Anggota yang masih menduduki jabatan birokrasi diperintahkan untuk memilih kembali kesatuan ABRI atau pensiun dari militer untuk berkarier di sipil. Dari hal tersebut, keanggotaan ABRI dalam DPR/MPR makin berkurang dan akhirnya ditiadakan.
E. Mengadakan
sidang istimewa
Sidang tanggal 10-13 November 1998 yang diadakan MPR berhasil menetapkan 12 ketetapan.
Sidang tanggal 10-13 November 1998 yang diadakan MPR berhasil menetapkan 12 ketetapan.
F.
Mengadakan pemilu tahun 1999
Pelaksanaan pemilu dilakukan dengan asas LUBER (langsung, bebas, rahasia) dan JURDIL (jujur dan adil).
Pelaksanaan pemilu dilakukan dengan asas LUBER (langsung, bebas, rahasia) dan JURDIL (jujur dan adil).
Masalah yang ada yaitu ditolaknya
pertanggung jawaban Presiden Habibie yang disampaikan pada sidang umum MPR
tahun1999 sehingga beliau merasa bahwa kesempatan untuk mencalonkan diri
sebagai presiden lagi sangat kecil dan kemudian dirinya tidak mencalonkan diri
pada pemilu yang dilaksanakan.
Pada masa
pemerintahan B.J. Habibie berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang
damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48
partai politik. Dalam pemerintahan B. J. Habibie juga berhasil menyelesaikan
masalah Timor Timur . B.J.Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak
pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30
Agustus 1999 dibawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut
menunjukan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat
itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur
mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste.
Selain dengan adanya kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan oleh B.J. Habibie, perubahan juga dilakukan dengan penyempurnaan
pelaksanaan dan perbaikan peraturan-peraturan yan tidakk demokratis, dengan
meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan
menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu kepada prinsip
pemisahan kekuasaan dn tata hubungan yang jelas antara lembaga Eksekutuf,
Legislatif dan Yudikatif.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PADA MASA PEMERINTAHAN HABIBIE
Prof.
DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ
Habibie (73 tahun) merupakan pria Pare-Pare (Sulawesi Selatan) kelahiran 25
Juni 1936. Habibie menjadi Presiden ke-3 Indonesia selama 1.4 tahun dan 2 bulan
menjadi Wakil Presiden RI ke-7. Habibie merupakan “blaster” antara orang Jawa
[ibunya] dengan orang Makasar/Pare-Pare [ayahnya].
Dimasa kecil, Habibie telah menunjukkan kecerdasan dan
semangat tinggi pada ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya Fisika. Selama
enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB), dan dilanjutkan ke
Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman pada 1955. Dengan dibiayai
oleh ibunya, R.A. Tuti Marini Puspowardoyo, Habibie muda menghabiskan 10
tahun untuk menyelesaikan studi S-1 hingga S-3 di Aachen-Jerman.
Kelebihan
1. Manaiknya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di
bawah Rp.10.000,-.
3. Pada bulan Agustus 1998, Indonesia dan IMF menyetujui program pinjaman dana
di bawah Presiden B.J Habibie.
4. mendesentralisasikan wewenang pada pemerintahan daerah dan sebagian besar
dari belanja pemerintah yang meningkat diberikan melalui pemerintah daerah.Dan
hasilnya pun pemerintah propinsi dan kabupaten di Indonesia sekarang dapat
membelanjakan 37% dari total dana publik.
5. Berhasil menghentikan free fall dari nilai mata uang rupiah terhadap US dolar dan keberhasilan menekan
inflasi.
6.
Meningkatkan
produktivitas dan daya saing melalui pemberian kebebasan, transparansi,
demokrasi dan sebagainya.
7. Mengesahkan UU
No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang Tidak
Sehat
8. Mengesahkan UU
No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Kelemahan
1. Nilai tukar rupiah terjun bebas dari Rp 2.000 per
dolar AS menjadi Rp 12.000-an per dolar.
2. Utang
luar negeri jatuh tempo sehinga membengkak akibat depresiasi rupiah. Hal
ini diperbarah oleh perbankan swasta yang mengalami kesulitan likuiditas.
Inflasi meroket diatas 50%, dan pengangguran mulai terjadi dimana-mana.
3. Produksi menurun karena bnyak
perusahaan yang tidak dapat bertahan hidup.
4. Banyaknya
para karyawan yang di PHK akibat dari perusahaan tempat mereka bekerja terkena
dampak krisis yang terjadi di masa suharto.
5. Terbatasnya
kesempatan kerja akibat banyak perusahaaan yang telah gulung tikar.
6. Bj.habibie
tidak dapat berbuat banyak perubahan perekonomian karena singkatnya masa
jabatan beliau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar