Jumat, 03 April 2015

Biografi Presiden Habibie





                              HFK.jpg
NAMA                : BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
BIOGRAFI PRESIDEN HABIBIEHGKSH.jpgTTL                    : PARE-PARE, SULAWESI 25 JUNI 1936
ORANG TUA        :
            AYAH    : ALWI ABDUL JALIL HABIBIE
            IBU       : RA. TUTI MARINI PUSPOWARDJO
ANAK KE-          : 4 DARI 8 SAUDARA
RIWAYAT PENDIDIKAN :
1.         SMA DI GOUVERNMENTS MIDDLEBARE SCHOOL
2.       KULIAH DI UNIVERSITAS INDONESIA ( SEKARANG ITB  ) TAHUN 1954
3.       GELAR DIPLOMA DARI TECHNISCHE HOCHSCULE, JERMAN TAHUN 1960
4.       GELAR DOKTOR DARI TECHNISCHE HOCHSCULE, JERMAN TAHUN 1965
5.       MENJADI PROFESOR KEHORMATAN ( GURU BESAR ) DI INSITUT TEKNOLOGI BANDUNG TAHUN 1967

KARIR
·        1976 – 1998 DIREKTUR UTAMA PT. INDUSTRI PESAWAT TERBANG NUSANTARA/ IPTN.
·        1978 – 1998 MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA
·        KETUA BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI / BPPT
·        1978 – 1998 DIREKTUR UTAMA PT. PAL INDONESIA ( PERSERO )
·        1978 – 1998 KETUA OTORITA PENGEMBANGAN DAERAH INDUSTRI PERTAHANAN KEAMANAN
·        1983 – 1998 DIREKTUR UTAMA PT PINDAD ( PERSERO )
·        1988 – 1998 WAKIL KETUA DEWAN PEMBINA INDUSTRI STRATEGIS
·        1989 – 1998 KETUA BADAN PENGELOLA INDUSTRI STRATEGIS/ BPIS.
·        1990 – 1998 KETUA IKATAN CENDEKIAWAN MUSLIM SE-INDONESIA/ ICMI
·        1993 KOORDINATOR PRESIDIUEM HARIAN, DEWAN PEMBINA GOLKAR
·        10 MARET – 20 MEI 1998 WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
·        21 MEI 1998 – OKTOBER 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 MASA PEMERINTAHAN B.J. HABIBIE
images.jpg

Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk dimintai pertimbangannya dalam rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Soeharto, namun mengalami kegagalan. Pada tanggal itu pula, Gedung DPR/MPR semakin penuh sesak oleh para mahasiswa dengan tuntutan tetap yaitu reformasi dan turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan.
          Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 WIB bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden dihadapan ketua dan beberapa anggota dari Mahkamah Agung. Pada tanggal itu pula, dan berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie untuk menggantikannya menjadi presiden, serta pelantikannya dilakukan di depan Ketua Mahkamah Agung dan para anggotanya. Maka sejak saat itu, Presiden Republik Indonesia dijabat oleh B.J. Habibie sebagai presiden yang ke-3.
          Naiknya Habibie menjadi presiden menggantikan Presiden Soeharto menjadi polemik dikalangan ahli hukum. Sebagian ahli menilai hal itu konstitusional, namun ada juga yang berpendapat inkonstitusional. Adanya perbedaan pendapat itu disebabkan karena hukum yang kita miliki kurang lengkap, sehingga menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda. Diantara mereka menyatakan pengangkatan Habibie menjadi presiden konstitusional, berpegang pada Pasal 8 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Bila Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya”. Tetapi yang menyatakan bahwa naiknya Habibie sebagai presiden yang inkonstitusional berpegang pada ketentuan Pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan MPR atau DPR”. Sementara, Habibie tidak melakukan hal itu dan ia mengucapkan sumpah dan janji di depan Mahkamah Agung dan personil MPR dan DPR yang bukan bersifat kelembagaan.
          Dalam ketentuan lain yang terdapat pada Tap MPR No. VII/MPR/1973, memungkinkan bahwa sumpah dan janji itu diucapkan didepan Mahkamah Agung. Namun, pada saat Habibie menerima jabatan sebagai presiden tidak ada alasan bahwa sumpah dan janji presiden dilakukan di depan MPR atau DPR, Artinya sumpah dan janji presiden dapat dilakukan di depan rapat DPR, meskipun saat itu Gedung MPR/DPR masih diduduki dan dikuasai oleh para mahasiswa. Bahkan Soeharto seharusnya mengembalikan dulu mandatnya kepada MPR, yang mengangkatnya menjadi presiden.
          Apabila dilihat dari segi hukum materiil, maka naiknya Habibie menjadi presiden adalah sah dan konstitusional. Namun secara hukum formal hal itu tidak konstitusional, sebab perbuatan hukum yang sangat penting yaitu pelimpahan wewenang atau kekuasaan dari Soeharto kepada Habibie harus melalui acara resmi yang konstitusional. Apabila perbuatan hukum itu dihasilkan dari acara yang tidak konstitusional, maka perbuatan hukum itu menjadi tidak sah. Pada saat itu memang DPR tidak memungkinkan untuk bersidang, karena Gedung DPR/MPR diduduki oleh puluhan ribu mahasiswa dan para cendekiawan. Dengan demikian, hal ini dapat dinyatakan sebagai suatu alasan yang kuat dan hal itu harus dinyatakan sendiri oleh DPR.
          Habibie yang menjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial dan budaya. Oleh karena itu, langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk mengatasi krisis ekonomi dan politik. Dalam menghadapi krisis itu, pemerintah Habibie sangat berhati-hati terutama dalam pengelolaannya, sebab dampak yang ditimbulkannya dapat mengancam integrasi bangsa. Untuk menjalankan pemerintahan, presiden habibie tidak mungkin dapat melaksanaknnya sendiri tanpa dibantu oleh menteri-menteri  dan kabinetnya. Oleh karena itu, Habibie membentuk kabinet.
          Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, PDI. Pada tanggal 25 Mei 1998 diselenggarakan pertemuan pertama kabinet habibie. Pertemuan ini berhasil membentuk Komite untuk merancang undang-undang politik yang lebih longgar dalam waktu satu tahun dan menyetujui pembatasan masa jabatan presiden yaitu maksimal 2 periode (satu periode lamanya 5 tahun). Upaya terebut mendapat sambutan positif, tetapi dedakan agar pemerintah Habibie dapat merealisasikan agenda reformasi tetap muncul.
          Dalam pemerintahannya B.J. Habibie berusaha untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan dalam beberapa bidang demi untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sejahterah dan sesuai dengan UUD 1945. Adapun pembaharuan yang dilakukan oleh B.J. Habibie antara lain,
1.)  Bidang Ekonomi
Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, B.J. Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
·        Merekapitulasi perbankan.
·        Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah.
·        Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serikat hingga dibawah Rp.10.000,-.
·        Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
·        Merekonstruksi perekonomian Indonesia.
·        Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri.
·        Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik. Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat.
·        Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

2.)   Bidang Politik
·        Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga banyak bermunculan partai-partai politik yang baru sebanyak 45 parpol.
·        Membebaskan narapidana politik seperti Sri Bintang Pamungkas dan Moch. Pakpahan.
·        Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen.
·        Meningkatkan kebebasan pers
·        Membentuk tiga undang-undang demokratis yaitu,
(1)  UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik
(2)  UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu
(3)  UU No. 4 tahun 1999 tentang Susduk DPR/MPR
·        Menetapkan 12 ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban dari tuntutan reformasi yaitu,
(1)  Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. IV/MPR/1983 tentang Referendum.
(2)  Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. II/MPR/1978 tentang Pancasila Sebagai Asas Tunggal.
(3) Tap No. XII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. V/MPR/1998 tentang Presiden Mendapat Mandat dari MPR untuk Memiliki Hak-Hak dan Kebijakan di Luar Batas Perundang-undangan.
(4)  Tap No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Maksimal Hanya Dua Kali Periode.

3.)   Bidang Pers
Dilakukan pencabutan pembredelan pers dan penyederhanaan permohonan SIUUP untuk memberikan kebebasan terhadap pers, sehungga muncul berbagai macam media massa cetak, baik surat kabar maupun  majalah.

4.)   Bidang Hukum
Untuk melakukan refomasi hukum, ada beberapa hal yang dilakukan dalam pemerintahan B.J. Habibie yaitu,
a)     Melakukan rekonstruksi atau pembongkaran watak hukum Orde Baru, baik berupa Undang-Undang, peraturan pemerintah, maupun peraturan menteri.
b)    Melahirkan 69 Undang-undang.
c)     Penataan ulang struktur kekuasaan Kehakiman.

5.)   Bidang Hankam
Di bidang Hankam diadakan pembaharuan dengan cara melakukan pemisahan Polri dan ABRI.

6.)   Pembentukan Kabinet
Presiden B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang diberi nama Reformasi Pembangunan yang terdiri atas 16 menteri, yang meliputi perwakilan dari ABRI, GOLKAR, PPP, dan PDI.

7.)   Kebebasan Menyampaikan pendapat
Presiden B.J. Habibie memberikan kebebasan dalam menyampaikan pendapat di depan umum, baik dalam rapat maupun unjuk rasa. Dan mengatasi terhadap pelanggaran dalam penyampaian pendapat ditindak dengan UU No. 28 tahun 1998.

8.)   Masalah Dwifungsi ABRI
Ada beberapa perubahan yang muncul pada pemerintahan B.J. Habibie, yaitu :
·        Jumlah anggota ABRI yang duduk di kursi MPR dikurangi, dari 75 orang menjadi 35 orang
·        Polri memisahkan diri dari TNI dan menjadi Kepolisian Negara
·        ABRI diubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Udara, Darat,  dan Laut.

9.)    Pemilihan Umum 1999
Untuk melaksanakan Pemilu yang diamanatkan oleh MPR, B.J. Habibie mengadakan beberapa perubahan yaitu,
a)     Menggunakan asas Luber dan Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil)
b)    Mencabut 5 paket undang-undang tentang politik yaitu undang-undang tentang Pemilu; Susunan, Kedudukan, Tugas, dan Wewenang MPR/DPR; Partai Politik dan Golkar; Referendum; serta Organisasi Massa
c)     Menetapkan 3 undang-undang politik baru yaitu Undang-undang Partai Politik; Pemilihan Umum; dan Susunan serta kedudukan MPR, DPR, dan DPRD
d)    Badan pelaksana pemilihan umum dilakukan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang terdiri atas wakil dari pemerintahan dan partai politik serta pemilihan umum.

Disamping pembaharuan-pembaharuan di atas, pada masa pemerintahan Presiden Habibie juga dijumpai adanya permasalahan-permasalahan baru yang muncul seperti,
1)    Berbagai masalah pelanggaran HAM bermunculan
2)    Masalah Tragedi Trisakti yang tidak terselesaikan dan masalah Semanggi I dan II
3)    Masalah Bank Bali
4)    Pertikaian antarkelompok yang disebabkan oleh SARA yang mengancam stabilitas politik
5)    Status hukum mantan Presiden Soeharto yang belum juga jelas
6)    Lepasnya Timor Timur dari wilayah NKRI.

Masalah-masalah tersebut di atas menyebabkan pemerintahan B.J. Habibie dianggap negative dan pidato pertanggungjawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme votting dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9 abstain, dan 4 suara tidak sah. Akibat penolakan pertanggungjawaban itu pada Oktober 1999, Habibie tidak dapat untuk mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia.
     Kegagalan Habibie menjadi calon Presiden Republik Indonesia sebagai akibat ditolaknya pidato pertanggung jawabannya, memunculkan 3 calon presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi yang ada di MPR pada tahap pencalonan presiden diantaranya Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Yusril Ihza Mahendra.
     Adapun kelebihan-kelebihan dalam masa pemerintahan B.J. Habibie adalahh berkaitan dengan semangat demokratisasi, Habibie telah melakukan perubahan dengan membangun pemerintahan yang transparan dan diaologis. Prinsip demokrasi juga diterapkan dalam kebijakan ekonomi yang disertai penegakan hukum dan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Dalam mengelola kegiatan cabinet sehari-haripun, Habibie melakukan perubahan besar. Ia meningkatkan koordinasi dan menghapus egosintesmi sekotral antarmenteri. Selain itu sejumlah kreativitas mewarnai gaya kepemimpinan Habibie dalam menangani masalah bagsa. Untuk mengatasi persoalan ekonomi, misalnya ia mengangkat pengusaha menjadi utusan khusus. Dan pengusaha itu sendiri yang menanggung biayanya.





        Pengangkatan Habibie Menjadi Presiden Republik Indonesia
     Setelah B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Tugas Habibie menjadi Presiden menggantikan Presiden Soeharto sangatlah berat yaitu berusaha untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997.
                        Habibie yang manjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk dapat mengatasi krisis ekonomi dan politik. Untuk menjalankan pemerintahan, Presiden Habibie tidak mungkin dapat melaksanakannya sendiri tanpa dibantu oleh menteri-menteri dari kabinetnya.
                        Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI.
                        Dalam bidang ekonomi, pemerintahan Habibie berusaha keras untuk melakukan perbaikan. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk meperbaiki perekonomian Indonesia antaranya :
            Merekapitulasi perbankan
            Merekonstruksi perekonomian Indonesia.
            Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
            Manaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di bawah Rp.10.000,-
            Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.

                        Presiden Habibie sebagai pembuka sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi mangupayakan pelaksanaan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan serta merencanakan pelaksanaan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan umum yang akan diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Habibie merupakan pemilihan umum yang telah bersifat demokratis. Habibie juga membebaskan beberapa narapidana politik yang ditahan pada zaman pemerintahan Soeharto. Kemudian, Presiden Habibie juga mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independent.

B.  Kebebasan Menyampaikan Pendapat
                        Pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum. Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demontrasi. Namun khusus demontrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demontrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk melakukan demontrasi tersebut. Hal ini dilakukan karena pihak kepolisian mengacu kepada UU No.28 tahun 1997 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
                        Namun, ketika menghadapi para pengunjuk rasa, pihak kepolisian sering menggunakan pasal yang berbeda-beda. Pelaku unjuk rasa yang di tindak dengan pasal yang berbeda-beda dapat dimaklumi karena untuk menangani penunjuk rasa belum ada aturan hukum jelas.
                        Untuk menjamin kepastian hukum bagi para pengunjuk rasa, pemerintahan bersama (DPR) berhasil merampungkan perundang-undangan yang mengatur tentang unjuk rasa atau demonstrasi. adalah UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
                        Adanya undang – undang tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memulai pelaksanaan sistem demokrasi yang sesungguhnya. Namun sayangnya, undang-undang itu belum memasyarakat atau belum disosialisasikan dalam kehidupan masarakat. Penyampaian pendapat di muka umum dapat berupa suatu tuntutan, dan koreksi tentang suatu hal.
 
C.  Masalah Dwifungsi ABRI
                        Menanggapi munculnya gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI menyusul turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, ABRI melakukan langkah-langkah pembaharuan dalam perannya di bidang sosial-politik.
                        Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara bertahap yaitu dari 75 orang menjadi 38 orang. Langkah lain yang di tempuh adalah ABRI semula terdiri dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian RI, namun mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri dari ABRI dan kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun berubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

D.      Reformasi Bidang Hukum
                        Pada masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum Reformasi hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum mendapatkan sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat, karena reformasi hukum yang dilakukannya mengarah kepada tatanan hukum yang ditambakan oleh masyarakat.
                        Ketika dilakukan pembongkaran terhadapat berbagai produksi hukum atau undang-undang yang dibuat pada masa Orde Baru, maka tampak dengan jelas adanya karakter hukum yang mengebiri hak-hak.
                        Selama pemerintahan Orde Baru, karakter hukum cenderung bersifat konservatif, ortodoks maupun elitis. Sedangkan hukum ortodoks lebih tertutup terhadap kelompok-kelompok sosial maupun individu didalam masyarakat. Pada hukum yang berkarakter tersebut, maka porsi rakyat sangatlah kecil, bahkan bias dikatakan tidak ada sama sekali.
                        Oleh karena itu, produk hukum dari masa pemerintahan Orde Baru sangat tidak mungkin untuk dapat menjamin atau memberikan perlindungan terhadap Hak-hak Asasi Manusia (HAM), berkembangnya demokrasi serta munculnya kreativitas masyarakat.

E.        Sidang Istimewa MPR
                        Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, telah dua kali lembaga tertinggi Negara melaksanakan Sidang Istimewa, yaitu pada tahun 1967 digelar Sidang Istimewa MPRS yang kemudian memberhentikan Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto menjadi Presiden Rebuplik Indonesia. Kemudian Sidang Istimewa yang dilaksanakan antara tanggal 10 – 13 Nopember 1998 diharapkan MPR benar-benar menyurahkan aspirasi masyarakat dengan perdebatan yang lebih segar, lebih terbuka dan dapat menampung, aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat. Hasil dari Sidang Istimewa MPR itu memutuskan 12 Ketetapan.

F.        Pemilihan Umum Tahun 1999
                        Pemilihan Umum yang dilaksanakan tahun 1999 menjadi sangat penting, karena pemilihan umum tersebut diharapkan dapat memulihkan keadaan Indonesia yang sedang dilanda multikrisis.   Pemilihan umum tahun 1999 juga merupakan ajang pesta rakyat Indonesia dalam menunjukkan kehidupan berdemokrasi. Maka sifat dari pemilihan umum itu adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
                                    Presiden Habibie kemudian menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu pelaksanaan pemiliahan umum tersebut. Selanjutnya lima paket undang-undang tentang politik dicabut. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru. Ketiga udang-undang itu disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie. Ketiga udang-udang itu antara lain undang-undang partai politik, pemilihan umum, susunan serta kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
                        Munculnya undang-undang politik yang baru memberikan semangat untuk berkembangnya kehidupan politik di Indonesia. Dengan munculnya undang-undang politik itu partai-partai politik bermunculan dan bahkan tidak kurang dari 112 partai politik telah berdiri di Indonesia pada masa itu. Namun dari sekian banyak jumlahnya, hanya 48 partai politik yang berhasil mengikuti pemilihan umum. Hal ini disebabkan karena aturan seleksi partai-partai politik diberlakukan dengan cukup ketat.
                        Pelaksanaan pemilihan umum ditangani oleh sebuah lembaga yang bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Anggota KPU terdiri dari wakil-wakil dari pemerintah dan wakil-wakil dari partai-partai politik peserta pemilihan umum.
                        Banyak pengamat menyatakan bahwa pemilihan umum tahun 1999 akan terjadi kerusuhan, namun pada kenyataannya pemilihan umum berjalan dengan lancar dan aman. Setelah penghitungan suara berhasil diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), hasilnya lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak di anataranya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan pembangunan, Partai Pembangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional. Hasil pemilihan umum tahun 1999 hingga saat terakhir pengumuman hasil perolehan suara dari partai-partai politik berjalan dengan aman dan dapat di terima oleh suara partai peserta pemilihan umum.
G.      Sidang Umum MPR Hasil Pemilihan Umum 1999
                        Setelah Komisi Pemilihan Umum berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR, maka MPR segera melaksanakan sidang. Sidang Umum MPR tahun 1999 diselenggarakan sejak tanggal 1 – 21 Oktober 1999. Dalam Sidang Umum itu Amien Rais dikukuhkan menjadi Ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi Ketua DPR. Sedangkan pada Sidang Paripurna MPR XII, pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme voting dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9 abstain dan 4 suara tidak sah. Akibat penolakan pertanggungjawaban itu, Habibie tidak dapat untuk mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia.
                         Akibatnya memunculkan tiga calon Presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi yang ada di MPR pada tahap pencalonan Presiden diantaranya Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Yuhsril Ihza Mahendra. Namun tanggal 20 Oktober 1999, Yuhsril Ihza Mahendra mengundurkan diri. Oleh karena itu, tinggal dua calon Presiden yang maju dalam pemilihan itu, Abdurrahaman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Dari hasil pemilihan presiden yang dilaksanakan secara voting, Abudurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 21 Oktober 1999 dilaksanakan pemilihan Wakil Presiden dengan calonnya Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan Wakil Presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri. Kemudian pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri berhasil membentuk Kabinet Persatuan Nasional.
            Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menduduki jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia tidak sampai pada akhir masa jabatanya. Akibat munculya ketidakpercayaan parlemen pada Presiden Abdurrahman Wahid, maka kekuasaan Abdurrahman Wahid berakhir pada tahun 2001. DPR/MPR kemudian memilih dan mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia dan Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden Indonesia. Masa kekuasaan Megawati berakhir pada tahun 2004.
            Pemilihan Umum tahun 2004 merupakan momen yang sangat penting dalam sejarah pemerintahan Republik Indonesia. Untuk pertama kalinya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan secara langsung oleh rakyat Indonesia. Pada pemilihan umum ini Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatan 2004-2009.
Kebijakan-kebijakan pada masa Habibie:
A.     Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan
     Dibentuk tanggal 22 Mei 1998, dengan jumlah menteri 16 orang yang merupakan perwakilan dari Golkar, PPP, dan PDI.
B.     Mengadakan reformasi dalam bidang politik
     Habibie berusaha menciptakan politik yang transparan, mengadakan pemilu yang bebas, rahasia, jujur, adil, membebaskan tahanan politik, dan mencabut larangan berdirinya Serikat Buruh Independen.
     Kebebasan menyampaikan pendapat. Kebebasan menyampaikan pendapat diberikan asal tetap berpedoman pada aturan yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
C.     Refomasi dalam bidang hukum
     Target reformasinya yaitu subtansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan berwibawa, dan instansi peradilan yang independen. Pada masa orde baru, hukum hanya berlaku pada rakyat kecil saja dan penguasa kebal hukum sehingga sulit bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan keadilan bila berhubungan dengan penguasa.
D.    Mengatasi masalah dwifungsi ABRI
     Jendral TNI Wiranto mengatakan bahwa ABRI akan mengadakan reposisi secara bertahap sesuai dengan tuntutan masyarakat, secara bertahap akan mundur dari area politik dan akan memusatkan perhatian pada pertahanan negara. Anggota yang masih menduduki jabatan birokrasi diperintahkan untuk memilih kembali kesatuan ABRI atau pensiun dari militer untuk berkarier di sipil. Dari hal tersebut, keanggotaan ABRI dalam DPR/MPR makin berkurang dan akhirnya ditiadakan.
E.     Mengadakan sidang istimewa
     Sidang tanggal 10-13 November 1998 yang diadakan MPR berhasil menetapkan 12 ketetapan.
F.      Mengadakan pemilu tahun 1999
     Pelaksanaan pemilu dilakukan dengan asas LUBER (langsung, bebas, rahasia) dan JURDIL (jujur dan adil).  
     Masalah yang ada yaitu ditolaknya pertanggung jawaban Presiden Habibie yang disampaikan pada sidang umum MPR tahun1999 sehingga beliau merasa bahwa kesempatan untuk mencalonkan diri sebagai presiden lagi sangat kecil dan kemudian dirinya tidak mencalonkan diri pada pemilu yang dilaksanakan.
   Pada masa pemerintahan B.J. Habibie berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Dalam pemerintahan B. J. Habibie juga berhasil menyelesaikan masalah Timor Timur . B.J.Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 dibawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste.
Selain dengan adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh B.J. Habibie, perubahan juga dilakukan dengan penyempurnaan pelaksanaan dan perbaikan peraturan-peraturan yan tidakk demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu kepada prinsip pemisahan kekuasaan dn tata hubungan yang jelas antara lembaga Eksekutuf, Legislatif dan Yudikatif.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PADA MASA PEMERINTAHAN HABIBIE
Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ Habibie (73 tahun) merupakan pria Pare-Pare (Sulawesi Selatan) kelahiran 25 Juni 1936. Habibie menjadi Presiden ke-3 Indonesia selama 1.4 tahun dan 2 bulan menjadi Wakil Presiden RI ke-7. Habibie merupakan “blaster” antara orang Jawa [ibunya] dengan orang Makasar/Pare-Pare [ayahnya].
Dimasa kecil, Habibie telah menunjukkan kecerdasan dan semangat tinggi pada ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya Fisika. Selama enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB), dan dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman pada 1955. Dengan dibiayai oleh ibunya,  R.A. Tuti Marini Puspowardoyo, Habibie muda menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan studi S-1 hingga S-3 di Aachen-Jerman.
Kelebihan
1.      Manaiknya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di bawah Rp.10.000,-.
2.      menerapkan independensi Bank Indonesia sehingga lebih fokus mengurusi perekonomian.
3.      Pada bulan Agustus 1998, Indonesia dan IMF menyetujui program pinjaman dana di bawah Presiden B.J Habibie.
4.      mendesentralisasikan wewenang pada pemerintahan daerah dan sebagian besar dari belanja pemerintah yang meningkat diberikan melalui pemerintah daerah.Dan hasilnya pun pemerintah propinsi dan kabupaten di Indonesia sekarang dapat membelanjakan 37% dari total dana publik.
5.      Berhasil menghentikan free fall dari nilai mata uang rupiah  terhadap US dolar dan keberhasilan menekan inflasi.
6.     Meningkatkan produktivitas dan daya saing melalui pemberian kebebasan, transparansi, demokrasi dan sebagainya.
7.   Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat
8.   Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
      
Kelemahan
1.    Nilai tukar rupiah terjun bebas dari Rp 2.000 per dolar AS menjadi Rp 12.000-an per dolar.
2.    Utang luar negeri  jatuh tempo sehinga membengkak akibat depresiasi rupiah. Hal ini diperbarah oleh perbankan swasta yang mengalami kesulitan likuiditas. Inflasi meroket diatas 50%, dan pengangguran mulai terjadi dimana-mana.
3.    Produksi menurun karena bnyak perusahaan yang tidak dapat bertahan hidup.
4.    Banyaknya para karyawan yang di PHK akibat dari perusahaan tempat mereka bekerja terkena dampak krisis yang terjadi di masa suharto.
5.    Terbatasnya kesempatan kerja akibat banyak perusahaaan yang telah gulung tikar.
6.    Bj.habibie tidak dapat berbuat banyak perubahan perekonomian karena singkatnya masa jabatan beliau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar