Jumat, 03 April 2015

Makalah Adat Pernikahan Bugis


TUGAS INDIVIDU
MATA PELAJARAN BAHASA DAERAH


ADAT PERNIKAHAN BUGIS




DEPAG-2.bmp






DISUSUN OLEH :
NUR AZIZAH IDRIS
IX RMBI
11506







MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI WATAMPONE
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga PENULIS diberi kekuatan untuk menyelesaikan makalah ini walaupun dalam bentuk yang sederhana.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak hambatan dan kesulitan. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak sehingga makalah ini dapat terselesaikan oleh PENULIS. Pada kesempatan ini PENULIS menyampaikan terima kasih kepada,
1.     Masywir, S.Pd selaku guru Bahasa Daerah yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing PENULIS sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
2.     Orang tua PENULIS yang memberi dukungan moril maupun materi dalam menyelesaikan makalah ini.
3.     Semua rekan yang memberikan bantuannya kepada penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
PENULIS pun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, PENULIS memohon maaf jika terdapat kesalahan-kesalahan yang tidak berkenan di hati pembaca dan mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi PENULIS khususnya dan pembaca pada umumnya.
              

PENULIS

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A.    Latar Belakang.................................................................................. .... 1
B.    Rumusan Masalah............................................................................ .... 1
C.    Tujuan .............................................................................................. .... 2
D.    Manfaat ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 3
A.    Bahan dan Perlengkapan....................................................................... 3
B.    Proses Pelaksanaan Upacara................................................................. 3
1.     Upacara pra pernikahan ............................................................. .... 4
2.     Resepsi atau Pesta Pernikahan .................................................. .... 10
3.     Upacacara Pasca Pernikahan ..................................................... .... 14
C.    Nilai - nilai ...................................................................................... .... 16
BAB III PENUTUP .................................................................................... 18
A.    Kesimpulan............................................................................................ 18
B.    Saran ..................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 19
 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Pernikahan adalah  sesuatu yang di lakukan setiap insan ketika sudah menginjak usia dewasa. pernikahan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena pernikahan bukan hanya merupakan peristiwa yang harus ditempuh atau dijalani oleh dua individu yang berlainan jenis kelamin, tetapi lebih jauh adalah pernikahan sesungguhnya proses yang melibatkan beban dantanggung jawab dari banyak orang, baik itu tanggung jawab keluarga, kaum kerabat, bahkan kesaksian dari seluruh masyarakat yang ada di lingkungannya. Prosesi pernikahanpun berbeda satu sama lain pada setiap daerah. Ada yang melakukan prosesi  pernikahan secara  glamour dan adapula yang melakukannya dengan sangat sederhana. Tidak terkecuali suku-suku pedalaman yang ada di seluruh penjuru dunia ,termasuk suku-suku yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah suku bugis. Suku Bugis adalah masyarakat asli dari Provinsi Sulawesi Selatan.  Suku Bugis tersebar di beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan, seperti Kabupaten Luwu, Bone, Wajo, Pinrang, Barru, dan Sidenreng Rappang. Seperti suku – suku yang lainnya yang ada di nusantara , masyarakat bugis juga memiliki tradisi dalam proses pernikahan. Mulai dari lamaran, pra akad nikah, akad nikah, sampai dengan pasca akad nikah. Semuanya terangkai dalam suatu proses yang cukup unik dan kompleks.
Berdasarkan paparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap prosesi adat pernikahan suku Bugis.
B.    Rumusan Masalah
1.     Apa saja alat-alat dan perlengkapan yang digunakan dalam upacara pernikahan orang Bugis?
2.     Bagaimana proses-proses upacara pernikahan orang bugis?
3.     Nilai-nilai apa saja yang terkandung di dalamnya?
1
 
C.    Tujuan
1.     Untuk mengetahui alat-alat dan perlengkapan yang digunakan dalam upacara pernikaha orang bugis.
2.     Untuk mengetahui proses-proses upacara pernikahan orang bugis.
3.     Untuk mengetahui nilai-nilai apa saja yang terkandung di dalam upacara pernikahan orang bugis.
D.      Manfaat
1.     Mengetahui alat-alat dan perlengkapan yang digunakan dalam upacara pernikaha orang bugis.
2.     Mengetahui proses-proses upacara pernikahan orang bugis.
3.     Mengetahui nilai-nilai apa saja yang terkandung di dalam upacara pernikahan orang bugis




BAB II
PEMBAHASAN
Mappabotting adalah upacara adat pernikahan orang Bugis di Selawesi Selatan. Secara garis besar, pelaksanaan upacara adat ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu upacara pra pernikahan, pesta pernikahan, dan pasca pernikahan.          
A.          Bahan-bahan dan Perlengkapan
Bahan-bahan yang digunakan dalam  upacara pernikahan orang Bugis di antaranya adalah:
a.      Sompa, yaitu mahar atau mas kawin dalam bentuk uang real sebagai syarat sah peminangan menurut Islam.
b.      Dui’ ménré atau dui’ balancayaitu sejumlah uang belanja dari mempelai pria sebagai syarat sah peminangan menurut adat. Uang tersebut digunakan membiayai pesta pernikahan mempelai wanita.
c.      Cicing passiok, yaitu cincin emas dari mempelai pria untuk mengikat mempelai wanita.
d.      Sarung sutera sebagai hadiah untuk kedua belah pihak keluarga mempelai.
e.      Seperangkat peralatan dalam acara mappacci seperti daun pacar, bantal, pucuk daun pisang, lilin, bekkeng (tempat daun pacar dari logam), wenno (padi yang disangrai), dan daun nangka.
f.       Berbagai macam makanan dan kue-kue tradisional Bugis seperti beppa puteh, nennu-nennu,palopo, barongko, paloleng, sanggarak, lapisi, cangkueng, badda-baddangdan lain-lain sebagainya.
g.      Bosarayaitu tempat menyimpan kue-kue tradisional Bugis, dan sebagainya.
B.          Proses Pelaksanaan Upacara
3
Secara garis besar, pelaksanaan upacara adat pernikahan orang Bugis di Sulawesi Selatan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu upacara pra pernikahan, resepsi/pesta pernikahan, dan pasca pernikahan.
1.               Upacara Pra Pernikahan
Pada tahap pra pernikahan ini, dilaksanakan beberapa kegiatan, yaitu:
1.     Pemilihan Jodoh
Proses paling awal menuju pernikahan dalam adat Bugis adalah pemilihan jodoh. Orang Bugis umumnya mempunyai kecenderungan memilih jodoh dari lingkungan keluarga sendiri karena dianggap sebagai hubungan pernikahan atau perjodohan yang ideal.
Pria yang akan menikah dapat memilih jodoh dari luar lingkungan kerabat. Adapun perjodohan ideal selain dari kerabat adalah perjodohan yang didasarkan pada kedudukan assikapukeng, yaitu kedua mempelai memiliki stratifikasi sosial yang sederajat di dalam masyarakat, baik dilihat dari segi keturunan (bangsawan atau orang biasa), pendidikan, kedudukan dalam struktur pemerintahan, maupun harta kekayaan. Setelah jodoh yang telah dipilih dirasa sudah cocok, maka proses selanjutnya adalah mammanu’-manu’
2.      Mammanu’-manu’  (penjajakan)
Mammanu’-manu’ atau biasa juga disebut mappése-pése, mattiroatau mabbaja laleng adalah suatu  kegiatan  penyelidikan yang biasanya dilakukan secara rahasia oleh seorang perempuan dari pihak laki-laki untuk memastikan apakah gadis yang telah dipilih sudah ada yang mengikatnya atau belum. Kegiatan penyelidikan ini juga bertujuan untuk mengenali jati diri gadis itu dan kedua orang tuanya, terutama hal-hal yang berkaitan dengan keterampilan rumah tangga, adab sopan-santun, tingkah laku, kecantikan, dan juga pengetahuan agama gadis tersebut. Jika menurut hasil penyelidikan belum ada yang mengikat gadis itu, maka pihak keluarga laki-laki memberikan kabar kepada pihak keluarga gadis bahwa mereka akan datang menyampaikan pinangan.
3.     Madduta atau massuro (meminang)
Madduta atau massuro artinya pihak laki-laki mengutus beberapa orang terpandang, baik dari kalangan keluarga maupun selain keluarga, untuk menyampaikan lamaran kepada pihak keluarga gadis. Utusan ini disebut To Madduta sedangkan pihak keluarga gadis yang dikunjungi disebut To Riaddutai. To Madduta memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan diterima atau tidaknya suatu pinangan. Oleh karena itu, To Madduta harus berhati-hati, bijaksana, dan pandai membawa diri agar kedua orang tua gadis itu tidak tersinggung.
Kegiatan madduta biasa juga disebut dengan istilah mappetu ada, yaitu pertemuan antara kedua belah pihak keluarga untuk merundingkan dan memutuskan segala sesuatu yang bertalian dengan upacara pernikahan putra-putri mereka. Hal-hal yang dibicarakan dalam acara mappettu ada tersebut di antaranya mahar (meliputi dui’ menré dan sompa) dan tanré esso (penentuan hari). Pembicaraan harus dimulai dari masalah  mahar karena merupakan tahap yang paling prinsipil dan menjadi penentu diterima atau ditolaknya sebuah pinangan.
Mahar dalam  adat pernikahan orang Bugis dikenal sangat tinggi karena seorang laki-laki yang akan menikah tidak hanya diwajibkan memberi sompa atau mahar sebagai kewajiban seorang muslim, tetapi juga diwajibkan memberikan dui’ menré (uang naik) atau dui’ balanca (uang belanja) kepada pihak keluarga perempuan. dui’ menré merupakan uang petindih, yaitu uang jemputan kepada pihak perempuan sebagai salah satu syarat sahnya pinangan atau pertunangan menurut adat. Dalam pembicaraan ini terjadi tawar-menawar antara To Madduta dengan To Riaddutai,
Besar kecilnya jumlah dui’ menré dalam pernikahan orang Bugis sangat dipengaruhi oleh status sosial pihak perempuan. Semakin tinggi status sosial keluarga perempuan semakin besar pula jumlah dui’ menré yang harus diserahkan oleh pihak laki-laki. Oleh karena itu, pihak laki-laki yang diwakili oleh  To Madduta harus pandai-pandai melakukan negosiasi kepada pihak keluarga perempuan. Jika kedua belah pihak telah menuai kesepakatan bersama masalah jumlah mahar berarti pinangan To Madduta diterima.
Setelah pinangan diterima, acara mappettu ada dilanjutkan dengan membicarakan masalah tanré esso atau penentuan hari pernikahanPenentuan hari pada saat ini biasanya disesuaikan dengan penanggalan Islam. Setelah penentuan hari pernikahan selesai, selanjutnya ditentukan lagi hari untuk pertemuan berikutnya guna mengukuhkan kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat. Acara mappettu ada kemudian ditutup dengan jamuan makan bersama, di mana rombongan To Madduta disuguhi berbagai hidangan makanan yang terdiri diri kue-kue khas Bugis yang pada umumnya manis rasanya sebagai simbol pengharapan agar kehidupan kedua calon mempelai selalu manis (senang) di kemudian hari.
4.     Mappasiarekeng (mengukuhkan kesepakatan)
Mappasiarekeng berarti mengukuhkan kembali kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Acara ini dilaksanakan di tempat mempelai perempuan. Pengukuhan kesepakatan ditandai dengan pemberian hadiah pertunangan dari pihak mempelai pria kepada pihak mempelai wanita sebagai passio’ atau pengikat berupa sebuah cincin emas dan sejumlah pemberian simbolis lainnya seperti tebu sebagai simbol kebahagiaan, panasa (buah nangka) sebagai simbol minasa (pengharapan), sirih pinangsokko (nasi ketan), dan berbagai kue-kue tradisional lainnya.
Pada acara mappasiarekeng tersebut pihak laki-laki juga menyerahkan dui’ menré yang jumlahnya berdasarkan kesepakatan kepada pihak perempuan untuk digunakan dalam pesta pernikahan. Penyerahan dui’ menré dan hadiah-hadiah lainnya diwakili oleh kerabat atau sahabat terdekat orang tua mempelai laki-laki.
5.     Mappaisseng dan mattampa (menyebarkan undangan)
Mappaisseng adalah mewartakan berita mengenai pernikahan putra-putri mereka kepada pihak keluarga yang dekat, para tokoh masyarakat, dan para tetangga. Pemberitahuan tersebut sekaligus sebagai permohonan bantuan baik pikiran, tenaga, maupun harta demi kesuksesan seluruh rangkaian upacara pernikahan tersebut. Pemberian bantuan harta biasanya dilakukan oleh pihak keluarga dekat.
Sementara itu, mattampa atau mappalettu selleng (mappada) adalah mengundang seluruh sanak keluarga dan handai taulan yang rumahnya jauh, baik dalam bentuk lisan maupun tertulis. Kegiatan ini biasanya dilakukan sekitar satu hingga sepuluh hari sebelum resepsi pernikahan dilangsungkan. Tujuan dari mengundang seluruh sanak keluarga dan handai taulan tentu saja dengan harapan mereka bersedia memberikan doa restu kepada kedua mempelai.
6.     Mappatettong sarapo/baruga (mendirikan bangunan)
Mappatettong sarapo atau baruga adalah mendirikan bangunan tambahan untuk tempat pelaksanaan acara pernikahan. Sarapo adalah bangunan tambahan yang didirikan di samping kiri/kanan rumah induk sedangkan baruga adalah bangunan tambahan yang didirikan terpisah dari rumah induk. Pada kedua bangunan tersebut biasanya diberi dinding yang terbuat dari anyaman bambu yang disebut dengan wolasuji dan di atasnya digantung janur kuningDi dalam kedua bangunan tambahan tersebut juga dibuatkan pula lamming atau pelaminan sebagai tempat duduk mempelai dan kedua orang tuanya.
Jika dalam  pesta tersebut terdapat pementasan kesenian seperti kecapi Bugis, musik gambus, atau orkes, biasanya dibuatkan panggung di samping pelaminan. Pendirian sarapo atau baruga biasanya dilakukan tiga hari sebelum pesta pernikahan dilangsungkan oleh para kerabat dan tetangga dekat secara bergotong-royong. Saat ini, sarapo atau baruga sudah jarang digunakan karena tersedianya persewaan gedung atau tenda-tenda yang lengkap dengan segala peralatannya.
7.     Mappassau botting dan cemmé passili’ (merawat dan memandikan pengantin)
Mappasau botting berarti merawat pengantin. Kegiatan ini dilakukan dalam satu ruangan tertentu selama tiga hari berturut-turut sebelum hari “H” pernikahan. Perawatan ini dilakukan dengan menggunakan berbagai ramuan seperti daun sukun, daun coppéng (sejenis anggur),daun pandan, rempah-rempah, dan akar-akaran yang berbau harum. Sementara itu, cemmé passili’ berarti mandi tolak balak, yaitu sebagai bentuk permohonan kepada Allah SWT agar kiranya kedua mempelai dijauhkan dari segalam macam bahaya atau bala. Upacara ini biasanya dilaksanakan sehari sebelum hari “H” pernikahan, yaitu sekitar pukul 10.00 pagi. Setelah mandi tolak bala, mempelai wanita masih harus melaksanakan ritual maccéko, yaitu mencukur bulu-bulu halus.
8.     Mappanré temme (khatam al-Quran) dan pembacaan barzanji
Sebelum memasuki acara mappaci, terlebih dilakukan acara khatam al-Quran dan pembacaan barzanji sebagai ungkapan  rasa syukur kepada Allah SWT dan sanjungan kepada  Nabi Muhammad SAW. Acara ini biasanya dilaksanakan pada sore hari atau sesudah shalat ashar dan dipimpin oleh seorang imam. Setelah itu, dilanjutkan acara makan bersama dan sebelum pulang, para pembaca barzanji dihadiahi kado, yaitu nasi ketan berwarna kuning yang dibungkus dengan daun pisang sebagai oleh-oleh untuk keluarga di rumah.
9.     Mappacci atau tudammpenni (mensucikan diri)
Pada malam menjelang hari “H” pernikahan, kedua mempelai melakukan kegiatan mappaci atau tudammpenni di rumah masing-masing. Acara ini dihadiri oleh kerabat, pegawai syara’, orang-orang terhormat, dan para tetangga. Kata mappaci berasal dari kata pacci, yaitu  daun pacar(lawsania alba)Pacci dalam kata bahasa Bugis berarti bersih atau suci sedangkan tudamm penni secara harfiah berarti duduk malam. Dengan demikian, mappacci dapat diartikan mensucikan diri pada malam menjelang hari “H” pernikahan.
Tata cara pelaksanaan pacci yaitu mula-mula orang yang telah ditunjuk mengambil sedikit daun pacci dari dalam bekkeng kemudian meletakkan atau mengusapkannya pada kedua telapak tangan calon mempelai yang dimulai dari telapak tangan kanan ke telapak tangan kiri dengan disertai doa semoga calon mempelai kelak dapat hidup bahagia. Pada saat orang-orang tersebut meletakkan pacci, sesekali indo’ botting (inang pengantin) yang duduk di samping mempelai menghamburkan wenno kepada calon mempelai maupun kepada orang-orang yang melettakkan pacciKemudian kepada orang telah memberikan pacci dihadiahi rokok sebagai penghormatan atau ucapan terima kasih doa restu yang telah diberikan kepada calon mempelai.
10.  Ripasau
Sementara dalam kesibukan mempersiapkan pesta pernikahan maka diadakan pula persiapan-persiapan yang tak kalah pentingnya yaitu perawatan pengantin (ripasau/mappasau). Biasanya perawatan ini dilakukan sebelum hari pernikahan (3 hari berturut-turut atau karena keterbatasan waktu hanya dilakukan 1 kali saja pada saat sebelum kegiatan mappacci).
Ripasau atau mappasau ini dilakukan pada satu ruangan tertentu yang terlebih dahulu dipersiapkan dengan memasak berbagai macam ramuan yang terdiri dari daun sukun, daun coppeng, daun pandan, rampa para’pulo dan akar-akaran yang harum dalam belanga yang besar. Namun sebelum kegiatan ini, terlebih dahulu pengantin dipakaikan bedak basah atau lulur yang terdir atas beras yang telah direndam dan telah ditumbuk halus bersama kunyit dan akar-akaran yang harum ditambah dengan rempah-rempah. Ramuan ini kemudian dilulurkan ke seluruh permukaan badan. Dahulu kala ritual ini dilaksanakan selama 40 hari, dewasa ini hanya 3 hari atau 7 hari atau malah hanya 1 kali sebelum acara tudampenni atau mappacci.

11.  Cemme passili’, Mappassili’
Disebut juga cemme tula’ bala yaitu permohonan kepada Allah SWT agar kiranya dijauhkan dari segala macam bahaya atau bala, yang dapat menimpa khususnya bagi calon mempelai. Prosesi ini dilaksanakan di depan pintu rumah dengan maksud agar kiranya bala atau bencana dari luar tidak masuk ke dalam rumah dan bala yang berasal dari dalam rumah bisa keluar.
Sesudah cemme passili’ atau mappassili’ selesai maka calon mempelai baik itu laki-laki maupun perempuan disilakan mandi seperti biasa.

12.  Macceko
Macceko berarti mencukur rambur-rambut halus yang ada pada dahi dan di belakang telinga, agar supaya “dadasa” yaitu riasan hitam pada dahi yang akan dipakai pada calon  mempelai perempuan pada waktu dirias dapat melekat dengan baik. Acara macceko ini hanya diperuntukkan bagi calon mempelai perempuan. Dahulu kala model dadasa ini berbeda antara perempuan yang bangsawan dan perempuan dari kalangan biasa.

2.               Resepsi atau Pesta Pernikahan
Secara garis besar, upacara atau resepsi pernikahan dibagi menjadi dua tahap yaitu mappénré bottingdan marola.
1.     Mappénré Botting (mengantar pengantin)
Mappénré botting adalah mengantar mempelai pria ke rumah mempelai wanita untuk melaksanakan beberapa serangkaian kegiatan seperti madduppa botting, akad nikah, dan mappasilukaMempelai pria diantar oleh iring-iringan tanpa kehadiran kedua orang tuanya. Adapun orang-orang yang ikut dalam iring-iringan tersebut di antaranya indo’ botting, dua orangpasseppi (pendamping mempelai) yang terdiri dari anak laki-laki, beberapa kerabat atau orang-orang tua sebagai saksi-saksi pada acara akad nikah, pembawa mas kawin, dan pembawa hadiah-hadiah lainnya.
2.     Madduppa botting (menyambut kedatangan pengantin)
Madduppa botting berarti menyambut kedatangan mempelai pria di rumah mempelai wanita. Acara penyambutan tersebut dilakukan oleh beberapa orang yaitu dua orang paddupa atau penyambut (satu remaja pria dan satu wanita remaja), dua orang pakkusu-kusu (perempuan yang sudah menikah), dua orang pallipa sabbé (orang tua pria dan wanita setengah baya mengenakan sarung sutra sebagai wakil orang tua mempelai wanita), seorang wanita pangampo wenno (penebar wenno), serta satu atau dua orang paddupa botting yang bertugas menjemput dan menuntun mempelai pria turun dari mobil menuju ke dalam rumah. Sementara itu, seluruh rombongan mempelai pria dipersilakan duduk pada tempat yang telah disediakan untuk menyaksikan pelaksanaan acara akad nikah.
3.     Akad nikah
Orang Bugis di Sulawesi Selatan umumnya beragama Islam. Oleh karena itu, acara akad nikah dilangsungkan menurut tuntunan ajaran Islam dan dipimpin oleh imam kampung atau seorang penghulu dari Kantor Urusan Agama (KUA) setempat. Sebelum akad nikah atau ijab qabul dilaksanakan, mempelai laki-laki, orang tua laki-laki (ayah) atau wali mempelai wanita, dan dua saksi dari kedua belah pihak dihadirkan di tempat pelaksanaan akad nikah yang telah disiapkan. Setelah semuanya siap, acara akad nikah segera dimulai.
Seperti halnya adat pernikahan suku bangsa lain yang menganut ajaran Islam, pelaksanaan akad nikah dilangsungkan berdasarkan urutan acara seperti berikut yaitu dimulai dari pembacaan ayat suci al-Quran, kemudian dilanjutkan pemeriksaan berkas pernikahan oleh penghulu, dan penanda tanganan berkas oleh kedua mempelai, wali, dan saksi-saksi. Khusus untuk mempelai wanita, penanda tanganan berkas dilakukan di dalam kamar karena ia tidak boleh keluar kamar selama proses akad nikah berlangsung.
Setelah itu, acara dilanjutkan dengan penyerahan perwalian dari orang tua atau wali mempelai wanita kepada imam atau penghulu untuk proses ijab kabul. Ijab kabul dimulai dengan khutbah nikah oleh imam atau penghulu. Kemudian mempelai pria duduk berhadap-hadapan dengan imam atau penghulu sambil berpegangan ibu jari (jempol) tangan kanan. Dengan bimbingan imam, mempelai pria mulai mengucapkan beberapa bacaan seperti istigfar, dua kalimat syahadat, shalawat, dan ijab kabul. Sighat atau kalimat ijab kabul yang disampaikan oleh mempelai pria harus jelas kedengaran oleh para saksi untuk sahnya akad nikah. Oleh karena itu, tak jarang mempelai pria harus mengulanginya hingga dua tiga kali.
4.     Mappasikarawa atau mappasiluka (persentuhan pertama)
Setelah proses akad nikah selesai, mempelai pria dituntun oleh orang yang dituakan menuju ke dalam kamar mempelai wanita untuk ipasikarawa (dipersentuhkan). Kegiatan ini disebut dengan mappasikarawa, mappasiluka atau  ma’dusa’ jénné, yaitu mempelai pria harus menyentuh salah satu anggota tubuh mempelai wanita. Kegiatan ini dianggap penting karena menurut anggapan sebagian masyarakat Bugis bahwa keberhasilan kehidupan rumah tangga kedua mempelai tergantung pada sentuhan pertama mempelai pria terhadap mempelai wanita.
Setelah acara mappasikarawa selesai, kedua mempelai kemudian melakukan acara menyembah kepada kedua orang tua mempelai wanita dan keluarga-keluarga lainnya.
5.     Nasehat pernikahan dan perjamuan
Setelah kedua mempelai duduk bersanding di pelaminan, selanjutnya diadakan acara nasehat pernikahan. Tujuan dari acara ini adalah untuk menyampaikan petuah, pesan, dan nasehat kepada kedua mempelai agar mereka mampu membangun rumah tangga yang sejahtera, rukun, dan damai. Nasehat pernikahan biasanya disampaikan oleh seorang ustadz yang telah mempraktekkan cara membangun rumah tangga yang sejahtera dan bahagia sehingga dapat dijadikan teladan bagi kedua mempelai.
Selanjutnya upacara mappénré botting ditutup dengan upacara jamuan santap bersama. Pada zaman dahulu, upacara perjamuan dilakukan dengan cara melantai atau lesehan. Hidangan nasi dengan berbagai lauk-pauknya serta kue-kue tradisional khas Bugis digelar di lantai yang diberi alas kain panjang berwarna-warni. Namun, sejak adanya persewaan gedung dan tenda dengan segala perlengkapannya, perjamuan dilakukan dengan cara prasmanan. Dengan selesainya upacara perjamuan, maka seluruh rangkaian acara mappénré botting telah selesai. Rombongan mempelai pria berpamitan kepada pihak keluarga mempelai wanita. Sementara itu, pengantin pria tidak ikut serta dalam rombongannya karena ia harus melakukan acara mapparola bersama mempelai wanita.
6.     Marola atau mapparola
Marola atau mapparola adalah kunjungan balasan dari pihak mempelai wanita ke rumah mempelai pria. Pengantin wanita diantar oleh iring-iringan yang biasanya membawa hadiah sarung tenun untuk keluarga suaminya. Setelah mempelai wanita dan pengiringnya tiba di rumah mempelai pria, mereka langsung disambut oleh seksi padduppa (penyambut) untuk kemudian dibawa ke pelaminan. Kedua orang tua mempelai pria segera menemui menantunya untuk memberikan hadiah paddupa berupa perhiasan, pakaian, dan sebagainya sebagai tanda kegembiraan. Biasanya, beberapa kerabat dekat turut memberikan hadiah berupa cincin atau kain sutera kepada mempelai wanita, kemudian disusul oleh tamu undangan memberikan passolo (kado).
Setelah pemberian hadiah selesai, acara dilanjutkan dengan nasehat pernikahan oleh seorang ustadz yang tujuannya sama seperti nasehat pernikahan di tempat mempelai wanita. Selanjutnya, upacara mapparola ditutup dengan perjamuan kepada rombongan mempelai wanita dan para tamu undangan. Mereka disuguhi berbagai macam  hidangan makanan dan kue-kue tradisional Bugis. Usai acara perjamuan, kedua mempelai bersama rombongannya massimang (mohon diri) kepada kedua orang tua mempelai pria untuk kembali ke rumah mempelai wanita.
3.               Upacara Pasca Pernikahan
Setelah upacara pernikahan dilangsungkan, masih terdapat sejumlah kegiatan yang juga perlu dilakukan sebagai bagian dari adat pernikahan Bugis, di antaranya adalah mallukka, ziarah kubur, dan massita béseng.
1.     Mallukka botting (melepas pakaian pengantin)
Setelah tiba di rumah mempelai wanita, busana adat pengantin dan segala aksesoris yang dikenakan oleh kedua mempelai dilepaskan. Pengantin pria kemudian mengenakan celana panjang berwarna hitam, kemeja panjang berwarna putih, dan kopiah. Sementara pengantin wanita mengenakan rok atau celana panjang, kebaya, dan kudung. Setelah itu, pengantin pria dilingkari tubuhnya dengan tujuh lembar sarung sutera untuk kemudian dilepas satu persatu dan dilemparkan ke arah bujang atau gadis-gadis yang ada di sekelilingnya. Menurut kepercayaan orang Bugis, bujang atau gadis yang terkena lemparan sarung tersebut diharapkan segera mendapat jodoh.
2.     Marola wekka dua
Pada marola wekka dua ini, mempelai perempuan biasanya hanya bermalam satu malam saja dan sebelum matahari terbit kedua mempelai kembali ke rumah mempelai perempuan.
3.     Ziarah kubur
Sehari setelah pernikahan berlangsung, kedua pengantin baru tersebut bersama keluarga sang istri melakukan ziarah ke makam-makam leluhur. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai penghormatan dan rasa syukur bahwa keluarga mereka telah melaksanakan pesta pernikahan.
4.     Massita béseng (bertemu besan)
Massita béseng adalah kunjungan kedua orang tua pengantin laki-laki bersama beberapa kerabat dekat ke rumah pengantin wanita untuk bertemu dengan besannya (orang tua pengantin wanita). Kegiatan ini biasanya dilaksanakan pada malam harinya yakni seusai acara mallukka atau satu hari setelah pesta pernikahan selesai. Tujuannya adalah untuk bersilaturrahmi dan saling mengenal antarkedua keluarga secara lebih dekat. Dalam kunjungan tersebut rombongan orang tua pengantin pria membawa lisek rantang (isi rantang) yang terdiri dari dua belas macam lauk-pauk dan kue-kue tradisional Bugis untuk keluarga pengantin wanita. Acara silaturrahmi biasanya ditutup dengan jamuan santap siang/malam bersama antara kedua belah pihak keluarga sebagai tanda syukur kepada Allah SWT atas terselenggaranya upacara pernikahan dengan sukses. Acara santap bersama ini menandai berakhirnya seluruh rangkaian upacara pernikahan.
5.     Cemme-cemme atau mandi-mandi
Sudah menjadi tradisi bagi suku Bugis bahwa setelah upacara pernikahan yang banyak menguras tenaga dan pemikiran maka rombongan dari kedua belah pihak pergi mandi-mandi di suatu tempat.
C.          Nilai-Nilai
Nilai-nilai yang terkandung di dalam upacara adapt pernikahan orang Bugis di antaranya adalah:
1.      Sakralitas. Nilai ini terlihat jelas dari pelaksanaan berbagai macam ritual-ritual khusus seperti mandi tolak bala, pembacaan berzanji, acara mappacci, dan lain sebagainya. Ritual-ritual tersebut dianggap sacral oleh orang Bugis dan bertujuan untuk memohon keselamatan kepada Allah SWT.
2.      Penghargaan terhadap kaum perempuan. Nilai ini terlihat pada keberadaan proses peminangan yang harus dilakukan oleh mempelai pria. Hal ini menunjukkan suatu upaya untuk menghargaikaum perempuan dengan meminta restu dari kedua orang tuanya. Nilai penghargaan terhadap perempuan juga dapat dilihat dengan adanya pemberian mahar berupa mas kawin dan dui’ balanca yang cukup tinggi dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Keberadaan mahar sebagai hadiah ini merupakan isyarat atau tanda kemuliaan perempuan.
3.      Kekerabatan. Bagi orang Bugis, pernikahan bukan sekedar menyatukan dua insan yang berlainan jenis menjadi hubungan suami-istri, tetapi lebih kepada menyatukan dua keluarga besar. Dengan demikian, pernikahan merupakan salah satu sarana untuk menjalin dan mengeratkan hubungan kekerabatan.
4.      Gotong-royong. Nilai ini terlihat pada pelaksanaan pesta pernikahan yang melibatkan kaum kerabat, handai taulan, dan para tetangga. Mereka tidak  tidak saja memberikan bantuan berupa pikiran dan tenaga, tetapi juga dana untuk membiayai pesta tersebut.
5.      Status sosial. Pesta pernikahan bagi orang Bugis bukan sekedar upacara perjamuan biasa, tetapi lebih kepada peningkatan status sosial. Semakin meriah sebuah pesta, semakin maka semakin tinggi status sosial seseorang. Oleh karena itu, tak jarang sebuah keluarga menjadikan pesta pernikahan sebagai ajang untuk meningkatkan status sosial mereka.














BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Mappabotting merupakan upacara adat pernikahan orang Bugis di Sulawesi Selatan. Pernikahan menurut orang Bugis bukanlah sekedar untuk menyatukan kedua mempelai pria dan wanita, tetapi lebih daripada itu adalah menyatukan dua keluarga besar sehingga terjalin hubungan kekerabatan yang semakin erat. Untuk itulah, budaya pernikahan orang Bugis perlu tetap dipertahankan karena dapat memperat hubungan silaturrahmi antarkerabat.
B.          Saran
1.   Karena suku Bugis mempunyai adat pernikahan yang sangat unik dan sangat kompleks, maka masyarakat Bugis khususnya dan masyarakat di Indonesia umumnya harus bangga dan menjaga adat istiadat tersebut supaya tidak punah.











18

 

DAFTAR PUSTAKA



19
 

2 komentar:

  1. Bermanfaat sekali artikelnya 🙂

    Mau bikin mahar pernikahan yang exclusive, custom, elegan, dan moderen ?
    yuk klik : http://www.maharpernikahan.co.id

    vendor pnyedia jasa mahar dan seserahan exclusive.
    Instagram @maharnikah.katalog&@seserahannikah.katalog
    wa : 0812 3476 6565

    BalasHapus